Antusias berarti hidup dengan kegairahan, atau semangat yang
menggebu-gebu. Dengan antusias, menjadi kekuatan kita dalam mengarungi hidup
ini. Bagi saya, jika kita mau antusias, ada tiga hal yang mesti kita hidupi
dalam hidup keseharian kita. Apapun situasinya, tanda kita menghidupi
“antusias” kita kepada Tuhan. Pertama, hidup bahagia dengan kesederhanaan.
Kedua, merdeka dalam setiap situasi yang ada. Ketiga, hidup bermakna dengan
menemukan panggilan jiwa kita, orang menyebutnya
menemukan passion.
Adagium yang menyebut: "Kesederhanaan pangkal kebahagiaan" benar adanya. Kesederhanaan itu penting. Kesederhanaan bukan berarti ketinggalan zaman, tak perlu mengikuti zaman. Bukan! Kesederhanaan menggambarkan hidup apa adanya, bukan hidup ada apanya. Karena hidup ada apanya selalu menunjuk kemampuan finansial, hedon dan komsumeris. Apa yang diraihnya, apa yang dicapainya, apa yang dipunyainya dipamerkan. Padahal, di hampir seluruh fakta sejarah menyiratkan bahwa kesederhanaan selalu ditunjukkan orang-orang mulia.
Banyak orang yang kaya raya secara materi, tetapi sederhana gaya hidupnya, tak menonjolkan diri, karena mengerti bukan kemewahan kemuliaan, bukan fasilitas mewah mengangkat martabatnya. Itu jugalah sebab, umumnya yang sederhana, orang hidup apa adanya, memuliakan orang lain. Pada pasangan suami istri: Suaminya, dan sebaliknya, istri memuliakan suaminya. Maka untuk apa malu hidup sederhana? Sebab letak kemuliaan tak ada pada fisik yang terlihat, tetapi jiwa di lubuk terdalam.
Adagium yang menyebut: "Kesederhanaan pangkal kebahagiaan" benar adanya. Kesederhanaan itu penting. Kesederhanaan bukan berarti ketinggalan zaman, tak perlu mengikuti zaman. Bukan! Kesederhanaan menggambarkan hidup apa adanya, bukan hidup ada apanya. Karena hidup ada apanya selalu menunjuk kemampuan finansial, hedon dan komsumeris. Apa yang diraihnya, apa yang dicapainya, apa yang dipunyainya dipamerkan. Padahal, di hampir seluruh fakta sejarah menyiratkan bahwa kesederhanaan selalu ditunjukkan orang-orang mulia.
Banyak orang yang kaya raya secara materi, tetapi sederhana gaya hidupnya, tak menonjolkan diri, karena mengerti bukan kemewahan kemuliaan, bukan fasilitas mewah mengangkat martabatnya. Itu jugalah sebab, umumnya yang sederhana, orang hidup apa adanya, memuliakan orang lain. Pada pasangan suami istri: Suaminya, dan sebaliknya, istri memuliakan suaminya. Maka untuk apa malu hidup sederhana? Sebab letak kemuliaan tak ada pada fisik yang terlihat, tetapi jiwa di lubuk terdalam.